Popular Posts

Minggu, 04 November 2012

Contoh Proposal Penelitian Makrozoobentos

Judul              : Kelimpahan Makrozoobentos di Aliran Irigasi Primer (Sungai Jalur 25) Kecamatan Air Sugihan OKI dan Sumbangannya Pada Pembelajaran Biologi di SMA


Nama    : Nopriyanto


I. PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Ekosistem air tawar merupakan ekosistem air yang relatif kecil dimuka bumi jika dibandingkan dengan ekosistem darat dan lautan. Ekosistem air tawar memiliki kepentingan yang sangat berarti dalam kehidupan manusia karena ekosistem air tawar merupakan sumber paling praktis dan murah untuk memenuhi kepentingan domestik dan industri (Odum, 1993). Ekosistem air tawar secara umum dapat dibagi 2 yaitu perairan lentik (perairan  tenang) misalnya danau, rawa, waduk dan sebagainya dan perairan lotik (perairan berarus) misalnya sungai (Barus, 2001 dalam Sinaga, 2009). Ekosistem air tawar yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia adalah sungai.
Menurut Suwondo, dkk. (2004) Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatic yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah sekitarnya. Berdasarkan cara terbentuknya, sungai dikelompokkan menjadi sungai alami dan sungai buatan. Sungai alami terbentuk oleh sumber air tanah/air permukaan tanah yang mengalir secara terus menerus  sedangkan sungai buatan terbentuk karena adanya kepentingan manusia, dengan kata lain sungai buatan adalah sungai yang dibuat oleh manusia. Contoh sungai buatan yang mempunyai peran penting bagi penduduk di sekitar alirannya adalah sungai jalur 25.
Sungai jalur 25 merupakan anak sungai Sugihan. Sungai jalur 25 memiliki panjang 11.600 m dengan lebar 30-40 m. Sungai tersebut melewati beberapa desa yaitu Desa Margatani, Desa Badar Jaya, Desa Muktijaya, dan Desa Srijaya Baru.
Sungai jalur 25 dimanfaatkan oleh penduduk untuk  memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagai sarana transportasi serta untuk keperluan irigasi lahan pertanian. Sungai jalur 25 mengalirkan limbah (bahan pencemar) yang berasal dari aktifitas penduduk disekitar  alirannya, sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan terjadinya gangguan dan perubahan kualitas fisik, kimia dan organime di dalamnya termasuk bentos (Suwondo, dkk., 2004).
Bentos adalah hewan yang hidup di dasar perairan. Bentos adalah hewan yang paling menderita jika terjadi pencemaran di sebuah perairan, hal ini dikarenakan bentos relatif tidak mudah untuk bermigrasi (Sinaga, 2009). Bentos adalah hewan-hewan yang mampu hidup dengan jumlah dan jenis nutrien yang terbatas sekaligus bersifat toleran (Isnaeni, 2002). Bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro (makrozoobentos).
Makrozoobentos merupakan kelompok hewan yang memiliki peranan penting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jaring makanan (Darojah, 2005). Makrozoobentos dikatakan sebagai organisme kunci dalam jaring makanan di ekosistem perairan karena makrozoobentos menyediakan “bahan makanan” bagi organisme lain. Makrozoobentos berperan merombak daun, ranting, bunga, kulit batang, dan akar tanaman (sebagai dekomposer). Makrozoobentos di suatu perairan dapat dijadikan indikator kualitas dari lingkungan perairan karena dapat mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan termasuk tingkat pencemaran lingkungan dari waktu ke waktu (Oey, 1978 dalam Maulana, 2010). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai kelimpahan dan keanekaagaman makrozoobentos.
Penelitian makrozoobentos  yang dilakukan oleh Darojah (2005), Silviawaty (1996), Sinaga (2009) dan Tarigan (2009) menunjukkan bahwa kelimpahan makrozoobentos dipengaruhi oleh kualitas perairannya. Selain itu, hasil penelitian-penelitian tersebut juga menunjukkan adanya interaksi antara kegiatan manusia terkait dengan pencemaran lingkungan perairan yang merupakan habitat makrozoobentos.
Pencemaran lingkungan terkait kegiatan manusia merupakan konsep yang dapat dikembangkan dalam pelajaran biologi. Konsep tersebut dipelajari di SMA kelas X. Berdasarkan peranan makrozoobentos, kondisi sungai jalur 25, dan pentingnya konsep pencemaran lingkungan berdasarkan kegiatan manusia, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian tentang “Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Jalur 25 Kecamatan Air Sugihan OKI dan Sumbangannya Pada Pembelajaran Biologi di SMA”.




1.2.  Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka timbul suatu masalah yaitu, bagaimanakah kelimpahan makrozoobentos di Sungai Jalur 25 Kecamatan Air Sugihan Kabupaten OKI?
1.3.  Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.      Hewan bentos yang akan diamati meliputi bentos yang tersaring pada mata saring 0,5 mm
2.      Parameter yang akan diteliti adalah keanekaragaman jenis, kemerataan dan dominansi makrozoobentos di sungai jalur 25.
3.      Parameter lingkungan fisio-kimia perairan yang akan diukur adalah suhu air, pH air, konsentrasi oksigen terlarut, kecerahan air, jenis substrat dasar perairan dan kedalaman sungai.
4.      Lokasi pengambilan sampel berada pada aliran utama sungai jalur 25 (hulu sampai hilir).
1.4.  Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kelimpahan makrozoobentos di Sungai Jalur 25?
1.5.  Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:
1.      Memberi informasi tentang keanekaragaman jenis makrozoobentos di Sungai Jalur 25
2.      Memberi informasi untuk kepentingan bahan studi makrozoobentos bagi mata pelajaran biologi di Sekolah Menengah Atas pada Kompetensi Dasar  4.2. Menjelaskan keterkaitan antara kegiatan manusia dengan masalah perusakan/pencemaran lingkungan dan pelestarian lingkungan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.     Ekosistem Perairan
Ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi antar hubungan. Menurut Susanto (2000) ekosistem adalah suatu unit lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik antara sesama makhluk hidup dan antara makhluk hidup dengan komponen lingkungan abiotik.
Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan pH sekitar 6, kondisi permukaan air tidak selalu tetap, ada kalanya naik turun, bahkan suatu ketika dapat pula mengering.
Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi, dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Habitat air tawar mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia karena habitat air tawar merupakan sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik dan industri.
Di dalam kolam, sungai, rawa dan danau berdasarkan daerah atau subhabitatnya terdapat tiga zona yaitu, zona littoral, limnetik dan profundal. Zona littoral merupakan daerah perairan yang dangkal dengan penetrasi cahaya sampai dasar. Zona limnetik adalah daerah air terbuka sampai kedalaman penetrasi cahaya yang efektif, pada umumnya tingkat ini berada di mana kedalaman di mana intensitas cahaya penuh. Sedangkan zona profundal merupakan bagian dasar dan daerah air yang dalam dan tidak tercapai oleh penetrasi cahaya efektif. Tidak ada batasan tegas yang dapat dibuat antara danau dan kolam. Ada perbedaan kepentingan secara ekologis, selain dari ukuran keseluruhan. Dalam danau, zona limnetik dan profundal, relatif besar ukurannya dibanding zona litoral. Bila sifat-sifat kebalikan biasanya disebut kolam, jadi rawa adalah daerah dengan ciri antara danau dan kolam (Ngabekti, 2004).
Komunitas di zona profundal mempunyai sifat yang berbeda. Karena tidak ada cahaya, penghuni daerah profundal tergantung pada zona limnetik dan litoral untuk bahan makanan dasar. Sebaliknya zona profundal memberikan nutrisi yang telah di daur ulang yang terbawa oleh arus dan binatang yang berenang ke zona lain. Keanekaragaman kehidupan zona profundal, seperti dapat diduga tidak besar, tetapi apa yang ada di situ penting. Komunitas utama terdiri dari bakteri dan jamur, yang terutama banyak di pertemuan antara air dan lumpur dimana bahan organik tertimbun, dan kelompok binatang konsumen dalam bentuk bentos seperti cacing darah atau larva chironomid yang mengandung hemoglobin dan annelida, serta kerang kecil dari beberapa keluarga sphaeridae. Cacing annelida yang merah sering bertambah jumlahnya di air yang tercemar dengan buangan domestik, cacing ini disebut cacing lumpur. Organisme di dalam air berdasarkan bentuk kehidupannya dapat dibagi menjadi 5 yaitu, plankton, perifiton, nekton, neuston dan bentos. Bentos merupakan organisme yang hidup di dalam atau atas dasar dari cekungan perairan.
2.2.  Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos
Menurut Krebs (1985), keanekaragaman jenis yang paling sederhana adalah menghitung jumlah jenis (kekayaan jenis). keanekaragaman jenis adalah gabungan antara jumlah jenis dan jumlah individu masing-masing jenis dalam komunitas. Sedangkan pengertian lain keanekaragaman jenis adalah sebagai suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya ( Soegianto, 1994).
Bentos sering diisebut sebagai organisme-organisme yang hidup pada dasar perairan, Menurut Odum (1993) bentos adalah organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup di dasar endapan. Berdasarkan ukurannya, hewan bentos yang tersaring dengan saringan bentos berukuran 0,5 mm disebut makrobentos (Setyobudiandi, 1997).
Zoobentos adalah hewan yang melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup di dasar endapan (Odum, 1993). Hewan ini merupakan organisme kunci dalam jaring makanan karena dalam sistem perairan berfungsi sebagai pedator, suspension feeder, detritivor, scavenger dan parasit. Makrobentos merupakan salah satu kelompok penting dalam ekosistem perairan. Pada umumnya mereka hidup sebagai suspension feeder, pemakan detritus, karnivor atau sebagai pemakan plankton.
Berdasarkan cara makannya, makrobentos dikelompokkan menjadi 2.
a.       Filter feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dengan menyaring air.
b.      Deposit feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dalam substrat dasar.
Kelompok pemakan bahan tersuspensi (filter feeder) umumnya tedapat dominan disubstrat berpasir misalnya moluska-bivalva, beberapa jenis echinodermata dan crustacea. Sedangkan pemakan deposit banyak tedapat pada substrat berlumpur seperti jenis polychaeta.
Berdasarkan keberadaannya di perairan, makrobentos digolongkan menjadi kelompok epifauna, yaitu hewan bentos yang hidup melekat pada permukaan dasar perairan, sedangkan hewan bentos yang hidup didalam dasar perairan disebut infauna. Tidak semua hewan dasar hidup selamanya sebagai bentos pada stadia lanjut dalam siklus hidupnya. Hewan bentos yang mendiami daerah dasar misalnya, kelas polychaeta, echinodermata dan moluska mempunyai stadium larva yang seringkali ikut terambil pada saat melakukan pengambilan contoh plankton.
Komunitas bentos dapat juga dibedakan berdasarkan pergerakannya, yaitu kelompok hewan bentos yang hidupnya menetap (bentos sesile), dan hewan bentos yang hidupnya berpindah-pindah (motile). Hewan bentos yang hidup sesile seringkali digunakan sebagai indikator kondisi perairan (Setyobudiandi, 1997).
Distribusi bentos dalam ekonomi perairan alam mempunyai peranan penting dari segi aspek kualitatif dan kuantitatif. Untuk distribusi kualitatif, keadaan jenis dasar berbeda terdapat aksi gelombang dan modifikasi lain yang membawa keanekaragaman fauna pada zona litoral. Zona litoral mendukung banyak jumlah keanekaragaman fauna yang lebih besar daripada zona sublitoral dan profundal. Populasi litoral dan sublitoral, khususnya bentuk mikroskopik. Terdapat banyak serangga dan moluska, dua kelompok ini biasanya sebanyak 70% atau lebih dari jumlah komponen spesies yang ada. Dengan peningkatan kedalaman yang melebihi zona litoral, jumlah spesies bentik biasanya berkurang. Pengaruh perbedaan jenis substrat dasar dimodifikasi oleh massa alga filamen yang menutupi luas area.
Jenis makrozoobentos yang dapat di ketemukan di perairan air tawar antara lain dari kelompok Gastropoda (Pratiwi dkk, 2004) berupa Siput gondang (Pila scutata), P. Polita, P. Ampullacea, Siput tanpa pintu, Siput berpintu,  Cacing pipih,  Kijing,  Kerang Limpet air, tawar, dan Cacing celur sedangkan Beberapa contoh makrozoobentos kelompok Oligochaeta dan Gastropoda yaitu; Larva chironomid (Tendipes), Larva panthom (Chaoborus), Tubife , Kerang pea-shell (Musculium)
Keragaman spesies dapat diambil untuk menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakan secara numerik sebagai Indeks Keanekaragaman. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi semakin stabil. Gangguan parah menyebabkan penurunan yang nyata dalam keragaman. Keragaman yang besar juga mencirikan ketersediaan sejumlah besar ceruk (Michael, 1995 ).
2.3.  Faktor- faktor lingkungan yang mempengaruhi bentos
Sebagaimana kehidupan biota lainnya, penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik perairan seperti pasang surut, kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan atau kecerahan, substrat dasar dan suhu air. Sifat kimia antara lain kandungan oksigen dan karbondioksida terlarut, pH, bahan organik, dan kandungan hara berpengaruh terhadap hewan bentos. Sifat-sifat fisika-kimia air berpengaruh langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan bentos. Perubahan kondisi fisika-kimia suatu perairan dapat menimbulkan akibat yang merugikan terhadap populasi bentos yang hidup di ekosistem perairan.
Oksigen adalah gas yang amat penting bagi hewan. Perubahan kandungan oksigen terlarut di lingkungan sangat berpengaruh terhadap hewan air. Kebutuhan oksigen bervariasi, tergantung oleh jenis, stadia, dan aktivitas. Kandungan oksigen terlarut mempengaruhi jumlah dan jenis makrobentos di perairan. Semakin tinggi kadar O2 terlarut maka jumlah bentos semakin besar.
Nilai pH menunjukkan derajad keasaman atau kebasaan suatu perairan yang dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan air. pH tanah atau substrat akan mempengaruhi perkembangan dan aktivitas organisme lain. Bagi hewan bentos pH berpengaruh terhadap menurunnya daya stress.
Penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesis dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman. Kekeruhan, terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang mengendap, seringkali penting sebagai faktor pembatas. Kekeruhan dan kedalaman air pempunyai pengaruh terhadap jumlah dan jenis hewan bentos.
Tipe substrat dasar ikut menentukan jumlah dan jenis hewan bentos disuatu perairan (Susanto, 2000). Tipe substrat seperti rawa tanah dasar berupa lumpur. Macam dari substrat sangat penting dalam perkembangan komunitas hewan bentos. Pasir cenderung memudahkan untuk bergeser dan bergerak ke tempat lain. Substrat berupa lumpur biasanya mengandung sedikit oksigen dan karena itu organisme yang hidup didalamnya harus dapat beradaptasi pada keadaan ini.
Perubahan tekanan air ditempat-tempat yang berbeda kedalamannya sangat berpengaruh bagi kehidupan hewan yang hidup di dalam air. Perubahan tekanan di dalam air sehubungan dengan perubahan kedalaman adalah sangat besar. Faktor kedalaman berpengaruh terhadap hewan bentos pada jumlah jenis, jumlah individu, dan biomass. Sedangkan faktor fisika yang lain adalah pasang surut perairan, hal ini berpengaruh pada pola penyebaran hewan bentos (Susanto, 2000).
Faktor biologi perairan juga merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup masyarakat hewan bentos sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jaring makanan, sehingga komposisi jenis hewan yang ada dalam suatu perairan seperti kepiting, udang, ikan melalui predasi akan mempengaruhi kelimpahan bentos.
2.4.  Spesies Indikator
Keberadaan spesies tertentu, khususnya jika kelimpahannya cukup memadai, menunjukkan bahwa tuntutan lingkungan terpenuhi.  Walaupun demikian ketidak beradaannya tidak harus menunjukan hal yang sebaliknya, contoh satu spesies bisa secara kompetitif terpisah dari suatu habitat tertentu, karena spesies yang lain.  Namun dalam batasan tertentu, keberadaan dan ketiadaan kelimpahan relatif dari spesies bisa dipakai sebagai indikator kualitas lingkungan.  Perubahan-perubahan dalam keberadaan, ketiadakberadaan kelimpahan (apakah terjadi secara mendadak atau berangsur-angsur), bisa mengimplikasikan suatu perubahan yang sebanding dalam kondisi-kondisi lingkungan. 
Secara ideal, semua anggota dari sebuah komunitas haruslah dipandang sebagai indikator potensial akan kualitas air dan dicantumkan dalam peragaan monitoring biologis.  Dalam prakteknya, kelompok-kelompok seperti : bakteri, alga, protozoa dan mikroinvertebrata butuh metode penyampelan yang berbeda dan perlu keahlian taksonomis yang baik.  Kelompok yang umumnya dikerahkan sebagai indikator adalah fauna makroinvertebrata (makrozoobentos).  Mereka punya banyak karakteristik yang diminta, dari organisme indikator (Abel, 1989 dalam  Maulana, 2010).
Spesies indikator merupakan organisme yang dapat menunjukkan kondisi lingkungan secara akurat, yang juga dikenal dengan bioindikator. Makrozoobentos (seperti  polychaeta) merupakan indikator yang baik untuk kualitas air lingkungan  laut karena respon mereka terhadap polutan dapat dibandingkan terhadap sistem air tawar.  Polychaeta dikenal sebagai organisme yang sangat toleran terhadap tekanan lingkungan (seperti rendahnya kandungan oksigen, kontaminasi organik di sedimen dan polusi sampah) sehingga mereka digunakan sebagai indikator lingkungan yang tertekan.
III. METODE PENELITIAN
3.1.  Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini berada di kawasan Sungai Jalur 25 Kecamatan Air Sugihan OKI. Sedangkan waktu penelitiannya pada bulan September 2011 sampai selesai.
3.2.  Metode Penelitian
            Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang keanekaragaman jenis makrozoobentos di sungai jalur 25 Kecamatan Air Sugihan OKI. Selaih itu, penelitian ini juga menggambarkan kondisi fisio-kimia sungai jalur 25 yang mempengaruhi keanekaragaman jenis makrozoobentos seperti: kedalaman air, suhu air, kekeruhan air, jenis substrat pada dasar sungai, oksigen yang terlarut dalam air dan keasaman air (pH air).
3.3.  Populasi dan Sampel
3.3.1.    Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis makrozoobentos yang ada di Sungai Jalur 25  Kecamatan Air Sugihan OKI.
3.3.2.    Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua jenis makrozoobentos yang dapat tertangkap pada alat keruk Ekman grab 
Titik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara subyektif yaitu pengambilan dilakukan pada dasar perairan yang merupakan habitat makrozoobentos. Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan dengan menggunakan metode purposive random sampling. Sampel diambil dari tiga stasiun pengamatan, Stasiun I pada muara Sungai Jalur 25,  stasiun II di wilayah Desa Muktijaya dan stasiun III di ujung Jalur 25 (wilayah Desa Sri Jaya Baru). Dari tiap stasiun diambil 3 titik dengan masing-masing 3x ulangan pada substrat dasar perairan. Pengambilan sampel dilakukan pada siang hari sebanyak 3x selama 3 minggu, dengan selang waktu 1 minggu. Hal ini untuk mengambil sampel ynag kemungkinan belum terambil sebelumnya (Darojah, 2005).
3.4.  Pengukuran Parameter Fisika Kimia
3.4.1 Temperatur
Air diambil, kemudian dituang ke dalam erlenmeyer dan diukur dengan menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam air selama ± 10 menit kemudian dibaca skalanya.


3.4.2 Kecepatan Arus
Diukur dengan menggunakan gabus yang diapungkan pada permukaan air, kemudian dengan menggunakan stopwatch dicatat waktu yang dibutuhkan untuk sampai jarak tertentu.
Kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Kec. Arus (V) = S/T
Keterangan : V = Kecepatan arus (cm/dt)
S = Jarak (cm)
T = Waktu (dt)
(Helmizuryani, 2010)
3.4.3 Kekeruhan
Kekeruhan diukur dengan menggunakan keping sechii yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping sechii antara terlihat dengan tidak, kemudian diukur panjang talinya yang masuk ke dalam air.
3.4.4 pH Air
pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sample air yang diambil dari dasar perairan sampai pada pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.
3.4.5 Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen, DO)
Disolved Oxygen (DO) diukur dengan menggunakan DO meter. Sample air diambil dari permukaan air tanpa gelembung dan dimasukkan ke dalam botol winkler, setelah 5 menit dibaca skalanya.
3.4.6 Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD5)
Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan DO meter. Sample air yang diambil dari dalam air dimasukkan ke dalam botol dan diinkubasi dalam inkubator pada suhu 20°C, lalu diukur oksigen terlarutnya dengan menggunakan DO meter. Nilai BOD5 yaitu DO yang diukur saat hari pertama dikurangi dengan nilai DO setelah hari terakhir.
Nilai BOD = nilai DO awal – nilai DO akhir
(Michael, 1984 ; Suin, 2002 dalam Tarigan, 2009)
3.4.7 Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD)
Pengukuran COD dilakukan dengan Metoda Refluks di Laboratorium Badan Lingkungan Hidup Palembang. Langkah pengukurannya dapat dilihat pada gambar 2.
3.4.8 Substrat Dasar
Sampel substrat dari perairan, dibawa ke Laboratorium Badan Lingkungan Hidup untuk di analisis.
3.5.  Langkah-langkah pengambilan sampel makrozoobentos
Pengambilan sampel makrobentos di dasar dengan menggunakan alat keruk Ekman grab. Pemilahan dilakukan dengan tangan meskipun merupakan cara yang memakan waktu untuk menganalisis sampel. Pengeruk Ekman secara khusus cocok untuk pengambilan sampel dasar yang lunak dan berlumpur. Pengeruk Ekman ini adalah alat standart yang digunakan secara luas untuk studi kuantitatif dasar lunak (Darojah, 2005)                                   
 Cara penanganan sampel makrozoobentos
a.       Sampel dari masing-masing substrat berikut hewan makrozoobentos yang terdapat dalam alat keruk Ekman grab ditumpahkan ke dalam ember berisi air.
b.      Substrat disaring dengan menggunakan saringan yang mempunyai lebar lubang dengan ukuran 0,5 mm.
c.       Material yang tertinggal disortir dengan tangan dan makrozoobentos yang ditemukan ditampung dalam botol kemudian diberi alkohol 70%.
d.      Identifikasi makrozoobentos di laboratorium Biologi dengan menggunakan buku panduan Taksonomi Hewan dan Zoologi Invertebrata.



3.6.  Perhitungan Data
3.6.1.    Kelimpahan Individu Makrozoobentos
Kalimpahan individu hewan bentos dapat diketahui dengan menghitung jumlah kepadatan individu per satuan luas atau volume (Brower et al, 1990 dalam Susanna, 1998). Pada penelitian ini, kelipahan individu diukur berdasarkan jumlah individu tiap volum substrat menggunakan rumus sebagai berikut:
D =    
3.6.2.    Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis makrozoobentos dapat dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman menurut Shannon-Wiener ( Michael, 1995) dengan rumus yaitu:
             = -
Keterangan:
 = indeks diversitas Shannon – Wiener
ni = nilai kepentingan untuk setiap jenis ( jumlah individu tiap jenis)
ln = logaritma Nature
N = nilai kepentingan total ( jumlah semua individu tiap jenis)
Hardjosuwarno (1990) menyatakan bahwa indeks keanekaragaman H terdiri dari beberapa kriteria yaitu:
  > 3,0 → menunjukkan keanekaragaman sangat tinggi
  1,6 – 3,0 → menunjukkan keanekaragaman tinggi
  1,0 – 1,5 → menunjukkan keanekaragaman sedang
  < 1 → menunjukkan keanekaragaman rendah
3.6.3.    Kemerataan
Untuk mengetahui kemerataan jenis-jenis makrozoobentos di suatu tempat dapat diketahui dengan menggunakan indeks kemerataan dan Evenness (e) (Odum, 1993) dengan rumus yaitu:
e =
Keterangan:
S = banyaknya jenis pada zona yang ditentukan
 = indeks keanekaragaman
Dengan kriteria:
Kemerataan dinyatakan tinggi jika nilai e = 1
3.6.4.    Dominansi
Untuk mengetahui dominansi komunitas digunakan indeks dominasi (Odum, 1993) dengan rumus yaitu:
C =
Keterangan:
ni = nilai kepentingan untuk setiap jenis (jumlah individu tiap spesies)
N = nilai kepentingan total (jumlah semua individu tiap spesies)
Dengan kriteria:
Dominasi dinyatakan tinggi jika nilai C = 1.
3.7.  Analisis Data
            Hasil dari perhitungan data akan di deskripsikan untuk memperoleh gambaran keanekaragaman jenis makrozoobentos dan hubungannya dengan sifat fisio-kimia sungai jalur 25. Penilaian kualitas air dapat dilakukan berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener(Suwondo, dkk., 2004)
Air tidak tercemar jika indeks keanekaragaman 3,0
Air tercemar sedang jika indeks keanekaragaman 1,0-3,0
Air tercemar berat jika indeks keanekaragaman dibawah 1,0




DAFTAR PUSTAKA

Darojah, Yuyun. 2005. Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos di Ekosistem Perairan Rawapening Kabupaten Semarang. http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHa1c4.dir/doc.pdf. Diakses tanggal 26 Desember 2010
Helmizuryani. 2010. Studi Kualitas Air pada Kanal di Kota Terpadu Mandiri (KTM) Rambutan-Parit kabupaten Ogan Ilir untuk Mendukung Pengembangan Budidaya Ikan dalam Keramba. Tesis. Palembang: Universitas Sriwijaya
Isnaeni, W. 2002. Fisiologi Hewan. Semarang: Universitas Negeri Semarang
Krebs, C.J. 1985. Ecology : The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. New York: Harper and Row Publisher Inc.
Maulana, Fauzan. 2010. Pemanfaatan Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. http://ojanmaul.wordpress.com/2010/10/05/pemanfaatan-dan-potensi-makrozoobentos-sebagai-indikator-kualitas-perairan/. Diakses tanggal 20 Desember 2010
Michael, P. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Dialihbahasakan oleh Yanti R. Koestoer dan Sahati Suharto.1995. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)
Nybakken, J.W. 1998. Marine biology: An ecological approach. Fourth edition. USA: Addison-Wesley Educational Publishers Inc.
Odum, E.P. Dasar-dasar Ekologi. Dialihbahasakan oleh Tjahjono Samingan 1993. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Onrizal. 2005. Ekosistem Sungai Dan Bantaran Sungai. Medan:Universitas Sumatra utara
Pratiwi, N, Krisanti, Nursiyamah, I. Maryanto, R. Ubaidillah, & W. A. Noerdjito. 2004. Panduan Pengukuran Kualitas Air Sungai. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
PT. SAT WINDU UTAMA, 2009. Pekerjaan Enginering Design (DED) Pengerukan Alur Pelayaran di Kanal Air Sugihan Kanan (Sumatra Selatan). http://www.google.co.id. Diakses tanggal 21 Maret 2011
Setyobudiandi, I. 1997. Makrozoobentos. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Silviawaty, 1996. Komunitas Hewan Bentos di Sungai Air Bemban Desa Kertadewa Kecamatan Dempo Selatan Kabupaten Lahat dan Pengajarannya di Sekolah Menengah Umum. Skripsi. Palembang: FKIP Universitas Sriwijaya
Sinaga, Tiorinse. 2009. Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba Balige Kabupaten Toba Samosir. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Susanto, P. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Suwondo, Elya Febrita, Dessy dan Mahmud Alpusari. 2004. Kualitas Biologi Perairan Sungai Senapelan, Sago dan Sail di Kota Pekanbaru Berdasarkan Bioindikator Plankton dan Bentos. Jurnal Biogenesis. 1(1):15-20
Tarigan, L. C. 2009. Studi Keanekaragaman Makrozoobentos di Danau Lau Kawar Desa Kuta Agung Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Skripsi. Medan: USU.









Tidak ada komentar: